Kamis, 24 September 2009

Tayub

tayub

Bentuk kesenian ini konon berasal dari pusat-pusat kerajaan Jawa zaman dahulu, dan pada hakekatnya merupakan bagian dari rangkaian upacara keselamatan atau syukuran bagi para pimpinan pemerintahan yang akan mengemban jabatan baru, misalnya dalam rangka jumenengan (wisuda), pemberangkatan panglima ke medan perang, dan lain-lain. Tayub adalah tari pergaulan tetapi dalam perwujudannya bisa bersifat romantis dan bisa pula erotis.
Dalam pelaksanaannya para tamu mendapat persembahan sampur dari penari (ledhek).
Tamu itupun kemudian menari berpasangan dengan ledhek, seirama dengan iringan gamelan, sesuai dengan gending yang dipesan.
Pada mulanya pelaksanaan Tayuban tidak lebih dari kontes atau pameran keluwesan dan ketrampilan menari berpasangan tanpa meninggalkan unggah-ungguh atau sopan santun ketimuran.
Namun dalam penyebarannya di masyarakat kemudian telah terjadi penyimpangan sehingga cenderung untuk menimbulkan anggapan bahwa tayub merupakan bentuk kesenian yang menjurus kepada perbuatan yang kurang susila.
Di desa Tengahan, di Yogyakarta, tarian ini kini umumnya diselenggarakan dalam rangkaian upacara adat bersih desa, yaitu angsung dahar kepada Kyai Tunggul Wulung untuk keselamatan desa tersebut.
Jadi pusatnya pada pasarean Kyai Tunggul Wulung. Kyai Tunggul Wulung adalah tokoh tayub di desa (Tengahan) itu.
Upacara bersih desa ini diadakan setiap tahun (juga setahun sekali) dan biasanya sehabis panen.
Pada zaman dahulu tarian tayub di desa (Tengahan) ini diadakan pada malam hari, tetapi karena pertimbangan kesusilaan kini diadakan pada siang hari.
Dengan demikian fungsi kesenian Tayub kini di samping merupakan bagian dari rangkaian upacara adat juga sebagai tontonan/hiburan.
Pendukung kesenian Tayub ini berjumlah sekitar 17 orang dengan pemain pokok meliputi dua orang penari (ledhek), dua orang vokalis wanita (waranggana) dan seorang vokalis pria (wirosworo/gerong).
Penari Tayub mengenakan kostum yang realistis yaitu rambut di sanggul gaya Jawa, kain biasa dan kain selendang sebagai penutup dada (kemben = Jawa).
Kecuali itu, penari tersebut masih memakai selendang (sampur) untuk menari.
Para tamu yang akan menjadi pengibing, yang istilahnya ketiban sampur, berpakaian Jawa lengkap yaitu memakai blangkon, baju surjan, kain, stagen dan kamusnya sebagai pengikat, beserta keris/pendok.
Para pengibing benar-benar dalam Tayub ini adalah pria dewasa yang berumur antara 30 - 60 tahun.
Setiap pengibing menggunakan tehnik tari Jawa gagah atau halus dengan gaya-gaya improvisasi.
Makin kaya gerak yang dikuasainya akan membuat adegan duet semakin meriah.
Pertunjukan diadakan pada waktu siang hari selama 6 jam, mulai dari jam 10.00 hingga jam 16.00.
Dari jam 10.00 sampai jam 12.00 itu waktu diisi dengan klenengan sebagai pra-tontonan sebelum pertunjukan Tayub yang sebenarnya dimulai.
Pentas Tayub merupakan konsep arena dengan lantai yang kadang-kadang berupa lingkaran, lurus dan sering pula garis-garis lengkung.
Biasanya untuk Tayub ini digunakan pendopo Kalurahan ataupun Pedukuhan.
Adapun instrumen musik yang dipakai adalah gamelan Jawa lengkap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar